BITER #1 RISE OF THE VIPER
STORY OF THE BITERS CHARACTER
CHAPTER 2
Subuh sekitar pukul empat pagi
Raffael sudah terjaga. Semalam ia tak bisa tidur nyenyak. Ia terus memikirkan
orang itu. “Jangan – jangan dia...”. Hati Raffael masih gelisah akan hal itu.
Ia mencoba menenangkan diri di luar markas.
Kronceng!!! Terdengar suara yang berasal
dari dalam markas. Raffael segera masuk ke dalam markas dan mencari dimana
sumber bunyi tersebut. Dari kejauhan terlihat bayangan hitam melintas dengan
cepat. Ia segera mengejarnya. Bayangan hitam itu mendadak berhenti di kamar
tempat Joe, Dominique, dan Stanly tidur. Ia segera menyergap masuk. Sssut!
Raffael meloncat menangkap orang itu. Brukk!!!
“Jiah...!
“Siapa ka..., Joe? Kenapa kau mengendap
– endap seperti itu?” kata Raffael terkejut melihat Joe.
“Husst diam! Entar mereka bangun!” kata
Joe serius.
“Apa – apaan sih?” Raffael bingung
dengan Joe.
Joe mengeluarkan sebuah sepidol dari
jasnya. Ia menuju ke tempat tidur Dominique dengan sangat hati – hati agar ia
tidak bangun. Ia mencoba menjaili Dominiqeu dengan mencoret – coret wajahnya.
Segera ia mencoret – coret wajah Dominique.
“Apa yang kau lakukan!” kata Raffael
bingung.
“Sudah diam saja!” Joe memulai aksinya.
“Baiklah kalau begitu! Aku akan mengurus
Stanly. Berikan sepidolnya padaku!” kata Raffael sambil meminta spidol kepada
Joe. Ia tertarik dengan apa yang Joe lakukan.
“Aku akan menggambar macan disini!”
Raffael mulai ketagihan.
Tiba – tiba mata Stanly terbuka lebar
seakan sudah menunggu Raffael untuk melakukannya. Disusul dengan Dominique yang
juga terlihat marah dengan Joe.
“Joeeeee!!!” kata Stanly dan Dominique
serentak.
“Apa? Ini ulah Raffael!?!?! Hah dia
menghilang!”
“Tak perlu basa – basi lagi Joe!” kata
Stanly marah sambil meremas tangannya.
“Kau tak kan kumaafkan!” kata Dominique
yang juga terlihat sangat marah.
“Kyaaaaaa!!!” Joe melarikan diri.
“Dominique, berpencar!” kata Stanly.
“Baik!”
Joe berlari keluar markas. Tak lama
ia berlari, terlihat Dominique mengejarnya dengan cepat. Joe berusaha lolos
dari Dominique dengan masuk ke dalam hutan. Sesekali ia menoleh ke belakang. Dominique
sudah tidak mengejarnya lagi. Brukk! “Aduh!” Joe menabrak seseorang. Terlihat
Stanly berdiri tegak dengan mata menyala – nyala membuat Joe merinding.
“Uwaaa!” Joe kembali berlari menuju markas.
Tak ada tanda – tanda Dominique
ataupun Stanly. Ia merasa lega akannya. Lightning
Spark!!! Sebuah petir besar menyambar Joe. “Kyaaaa!!!” Joe kesemutan. Fire Explotion!!! Stanly melemparkan
bola api kepada Joe. Duaarrr! Joe terpelanting ke atas. “Ayo kita akhiri
Dominique!” kata Stanly. Burning Electrik
Combo!!! Duammm! Fatality!
“A...a.a..a!” Joe kesemutan.
“Macam – macam dengan kami!” kata
Stanly puas.
Ledakan akibat pertarungan itu
sampai membangunkan Rian. Rian pun berlari keluar melihat keadaan yang terjadi.
Terlihat Joe tengkurap terbakar di halaman depan markas. Lagi, ia melihat wajah
Dominique dan Stanly yang lucu membuatnya tertawa terbahak – bahak.
“Diam!!!” kata Stanly dan Dominique
melihat Rian menertawakan mereka.
Tak lama kemudian, Raffael datang.
“Uaaahh! Kalian sudah bangun ya!”
kata Raffael akting.
“Tega sekali kau Raffael! kata Joe
yang masih tergeletak di teras.
“Nah, aku sudah membuatkan sarapan.
Ayo cepat! Kita akan mengantarkan Rian kembali!” kata Raffael serius.
“Loh kenapa? Bagaimana kalau dia
dicari lagi?” kata Joe tiba – tiba bangkit membuat Dominique dan Stanly sempat
kaget.
“Kita akan bersama Rian! Kita akan
menyamar sebagai murit pindahan.” kata Raffael.
Mereka pun segera menuju ruang
makan. Terlihat sajian hidangan yang menggugah selera lengkap telah menunggu
untuk disantap. Setelah selesai makan, mereka segera membersihkan diri. Setelah
merasa siap, mereka segera menuju ke sekolahan Rian.
Perjalanan menuju ke sekolahan Rian
cukup memakan waktu. Mereka tidak ingin terlihat mencolok. Mereka mencoba
berlaku seperti siswa pada umumnya.
Sektor 13, adalah sektor yang bisa
dikatakan ketat penjagaannya karena berbatasan langsung dengan Sektor 9.
Raffael sempat berpikir dua kali untuk menyingkirkan tentara – tentara yang
sedang berpatroli di perbatasan namun, kali ini tidak boleh ada keributan sama
sekali. Raffael mulai mencari akal untuk bisa keluar dari sektor 9 itu.
“Mungkin ini bisa membantu kalian.”
Seseorang tiba – tiba saja muncul dari balik bangunan. Dominique, Stanly, dan
Joe mengambil posisi siaga. Begitu juga Rian yang mulai cemas akannya. Hanya
Raffael yang terlihat tenang melihat orang misterius itu.
“Oh..., kebetulan sekali kamu
disini.” kata Raffael terlihat akrab.
“Apa kau mengenalnya Raffael?” Joe
merasa ada yang aneh dengan Raffael.
“Tenang saja! Dia teman lama.” kata
Raffael meyakinkan.
“Aku bawakan seragam dan beberapa
sertifikat untuk kalian!” kata orang misterius itu menyelak.
“Benarkan dia orang baik.” kata
Raffael yakin.
“Tu..tu..tunggu dulu Raffael!
Mungkin ini jebakan!” Rian cemas.
“Tenang saja! Dia temanku. Aku kenal
persis dia orang seperti apa! Bukankah begitu Skinner?” kata Raffael kembali
meyakinkan.
“Cih! Jangan memanggilku sok begitu.
Cepat pakai saja! Tentara itu takkan menunggu sampai kalian selesai berunding.”
Kata orang misterius itu.
Terlihat beberapa tentara mulai
curiga dengan ke-empat orang yang berdiri dibalik tiang itu. Mereka dengan
cepat menuju kesana. Terlihat suasana konflik dari kejauhan. Konflik itu
berhenti seketika membuat mereka makin curiga.
“Ada apa ini?” tanya seorang tentara
dengan tatapan muka dingin menusuk.
“Ini lo! Beberapa murit pindahan
baru dari sector 9. Rian dan teman – temannya bingung lewat jalan mana.” kata
Skinner berusaha tenang.
“Hahahaha! Ini kota nak! Tidak
seperti sector jadul 9. Pantas saja kau tersesat. Ayo kami akan mengantarmu.”
kata para tentara itu sok.
“Tidak usah. Aku sudah disuruh untuk
menjemput mereka. Katanya dia menelpon ke sekolahan untuk mengirim salah
seorang staff untuk menjemputnya. Untuk itulah aku disini.” kata Skinner
berusaha mengelabuinya.
“Ooo, ya sudah. Bilang pada mereka
suruh membawa kompas biar tidak tersesat. Hahahahah!” mereka tertawa terbahak –
bahak.
“Akhirnya lolos juga.” kata Stanly
sudah tidak betah dengan para tentara sombong itu.
“Cepatlah! Aku juga akan mencari
informasi lain.”
Dia pun segera menghilang. Seiring
dengan itu, rombongan Joe segera menuju ke sekolah Rian. Sekitar pukul 06.00
mereka sudah sampai disana. Terlihat suasana sepi masih menghinggapi sekolahan
itu. Mereka mulai melihat – lihat daerah sekitar.
“Disini aman!” kata Joe dari balik
gudang.
“Disini juga aman.” kata Dominiqeu.
“Baiklah, semuanya sudah diperiksa.
Sepertinya, tak ada sesuatu yang mencurigakan disini.” kata Joe
Raffael masih memikirkan Skinner.
Hanya Skinner yang tau jati diri Raffael sebenarnya. “Dimana sekarang Skinner
ya?” pikirnya dalam hati yang membuat ia sempat bengong tercekam sendirian.
“Hey Raffael, ada apa?” tanya Joe
melihat Raffael termenung.
“Ah..., tidak! Bagaimana kabarnya
Skinner ya?” Raffael cemas.
“Orang yang tadi?” berbalik menanya.
“Yah...., aku yakin dia baik – baik
saja.” Raffael meyakinkan diri.
Sementara itu, Skinner bermaksud
untuk mencari anggota guild Viper dulu yang terpencar akibat ulah For Freedom.
Ia berjalan menuju sektor 5, tepatnya distrik 17. Ia masuk kedalam sebuah café.
Kabarnya orang yang bernama Kevin berada disana. Tak salah informasi itu.
Terlihat didepannya ia sedang minum secangkir kopi.
Ctaarr!!!
“Ugh, apa ini!”
“Ternyata memang kau. Lama tak
jumpa.”
Mereka terlihat akrab seperti
saudara. Mereka berbincang – bincang sejenak tentang kedaan mereka mereka masing – masing.
“Bagaimana soal Joan? Dimana dia?”
tanya Skinner khawatir.
“Sejak saat itu, aku juga tak pernah
melihatnya lagi. Entah dia ada dimana sekarang.” Kevin merasakan hal yang sama.
“Kenya?” Skinner berusaha
menyinggung Kevin.
“Bukankah dia bekerja untuk For
Freedom. Penghianat!” kata Kevin kesal. “Sebenarnya, apa tujuanmu datang kemari
Skinner? Bukankah kau masih menjadi mata – mata?”
“For Freedom berniat merekruit
kembali Viper seperti dulu. Entah apa tujuannya, tapi aku yakin itu bukan
sesuatu yang baik.” kata Skinner serius.
Kevin mengeluarkan pisau miliknya.
Pisau yang terukir indah itu memiliki kekuatan khusus bagi penggunanya. Sebuah
pisau yang ia dapat dari seorang biter.
“Mungkin mereka berusaha
mengumpulkan ke-sepuluh pengguna senjata khusus ini.” Sambil mengotak atik
pisaunya.
“Itu berarti, kita semua dalam
bahaya. Kita harus mengumpulkan yang lain sebelum mereka membunuh semuanya!”
Skinner makin cemas.
“Jangan gelisah begitu Skinner. Apa
kau takut? Kau tak seperti biasanya.” Mencoba menenangkan Skinner.
“Kau tau Raffael?” kata Skinner
serius.
“Seorang master itu?” Kevin
terkejut.
“Ya, ia meresakan ada energy dari
master lain. Mungkin, For Freedom akan membangkitkan para Master.”
“Ba..bagaimana bisa?” Kevin tak
percaya dengan berita Skinner.
“The Rise of Nicromancer! Buku itu
ditemukan.” Skinner serius.
“Sial..., ayo kita bergerak!” Kevin
gelisah.
Mereka segera angkat kaki dari café
itu dan segera mencari anggota Viper yang lain.
Sementara itu, Joe dan teman – temannya
sedang menyamar menjadi siswa pindahan di sekolahan Rian. Sekolahan sudah mulai
dipenuhi para siswa – siswi. Taklama kemudian bell masuk berbunyi. Rian segera
menuju ke ruang kelas, sementara Raffael dan yang lain harus mengurusi beberapa
sertifikat.
Joe, Dominique, dan Stanly hanya
menunggu di luar kantor urusan.
“Sial! Lama bener Raffael.” Stanly tak
sabar.
“Tenanglah! Kita tidak boleh
mencurigakan!” Dominiqeu menegur Stanly.
“Apa? Dulu saat aku SMP juga banyak yang
sepertiku!”
“Kau memang murit yang tak tau sopan
santun! Tak patut.” kata Joe.
Ditengah – tengah perdebatan mereka,
tiba – tiba Raffael muncul tanpa sepengetahuan mereka bertiga.
“Ehm!” Raffael mencari perhatian.
“Ya Raffael bagaimana?” mereka bertiga
serentak.
“Sudah kuduga...!” kata Raffael cemas.
“Kita di ruang mana?” tanya Stanly.
“Dengarkan baik – baik! Aku di ruang 9B,
sekelas dengan Rian. Dominique dan Joe berada di ruang kelas 9D, sedangkan kamu
Stanly di ruang 9H.”
“Selalu aku yang sendirian.” berjalan
menuju kelasnya sambil bergumam.
“Apa dia akan baik – baik saja?” tanya
Dominique.
Mereka berempat masuk ke kelas masing –
masing. Tak disangka, banyak siswa perempuan yang tertarik dengan Dominique
saat baru pertama kali masuk. Dominique tetap berusaha menjaga ekspresi
coolnya. Ia duduk di bangku belakang bersama dengan Joe.
Saat jam pelajaran dimulai, Joe malah
asyik memperhatikan seorang perempuan cantik yang duduk di meja paling depan.
Tak pernah sekalipun Dominique melihat Joe begitu tertarik kepada perempuan.
“Joe, ini sedang pelajaran! Kau harus
focus.” Dominique yang sudah terbiasa dengan suasana sekolahan itu merasa aneh
dengan Joe.
“Sepertinya aku kenal dia.” kata Joe
lirih.
“Mana mungkin! Kau kan baru saja masuk
kelas ini. Sudahlah, kita tidak boleh mencurigakan” kata Dominique mencoba
membuat Joe focus pada pelajaran.
Bell istirahat berbunyi. Stanly,
Raffael, dan Rian sudah berada di kantin sekolah. Tak disangka, Stanly membawa
uang yang sangat banyak. Ia membeli banyak makanan untuk mereka bertiga.
“Uwaaaah, kau ber-uang ya Stanly?” kata
Rian takjub.
“Aku bukan beruang bodoh!” Stanly marah.
“Bukan itu maksudnya. Kamu banyak duit
ya?” kembali bertanya takjub.
“Iya dong, aku kan seorang yang disegani
di kotaku. Jadi aku memiliki banyak uang.” kata Stanly sombong.
”Ngomong – ngomong, dimana Dominique dan
Joe?” tanya Raffael.
Sementara itu, Joe dan Dominique sedang
mengikuti seseorang perempuan yang sedang duduk di taman dengan dua orang
temannya.
“Jika kau menyukainya tembak saja dia!”
Dominique tak sabar.
“Ngawur saja! Sebentar aku akan kesana.”
kata Joe berjalan perlahan menuju perempuan itu.
“Yak...sedikit lagi Joe!” Dominique
menyemangati dari jauh.
“Jeni?” Joe ragu – ragu.
“Joe! Hasan, Husain, ini benar Joe!”
Jeni merasa terkejut melihat Joe yang sudah lama berpisah dengannya. Jeni
memeluk Joe erat – erat saking kangennya pada Joe.
“Bagus Joe, selamat!” Dominique menyela.
“Kau ini apa – apaan sih?” Joe iba.
“Dia siapa?” tanya Jeni.
Merekapun berbincang – bincang di taman.
Joe menjelaskan semua yang terjadi baik kepada Dominique maupun kepada Jeni
agar tidak ada salah paham sedikitpun. Mereka sempat berpisah lama karena Joe
ingin balas dendam kepada For Freedom. Ia meninggalkan The Chaos Fun sejak itu.
Ia tak tahu bahwa Jeni, Hasan, dan Husain mengikutinya waktu itu. Tapi mereka
kehilangan jejak ketika melintasi sektor 9. Mereka tetap meneruskan perjalanan
mencari Joe dan sampai di sektor 13 tapi Joe tak kunjung mereka temukan.
Akhirnya mereka menetap untuk beberapa waktu.
“Begitu! Jadi, aku dan Jeni hanya teman
biasa.” kata Joe berusaha meyakinkan Dominique.
“Benarkah!?!?!?!” Dominique tetap
bersikeras memojokkan Joe dan Jeni.
Sshut! Pukulan Jeni melayang tepat di
wajah Dominique. “Aduh!” Dominique tersungkur.”Kau ini apa – apaan sih?”
“Itu akibatnya kalau macam – macam
denganku.” Jeni marah.
“Tenang Jeni, tenanglah! Dia memang
begitu.” kata Joe melerai.
“Wah wah wah! Kalian ternyata disini
ya.” Raffael tiba – tiba muncul seperti biasa.
“Ditunggu dari tadi malah pacaran
disini.” Stanly cemburu.
“Ini bukan seperti yang kalian kira!”
Joe mengelak.
“Dia pacarnya Joe.” Dominique menggoda
Jeni.
“Apa kau bilang!?!?” Jeni kembali
melayangkan pukulan kepada Dominique.
Joe terpaksa menjelaskan situasinya itu.
Dominique dan Stanly masih berpikir sama mengenai Joe. Hal itu membuat Jeni
kembali naik darah dan memukul Dominique dan Stanly.
“Aduh...!”
“Rasakan itu!”
“Sudah – sudah, jangan bertengkar. Ini
hal baik kalian sudah saling kenal.” Raffael mencoba melerai mereka bertiga.
“Diam kau!” teriak mereka bertiga
serentak.
“Bagaimana keadaan kakek James?” Joe
murung.
“Entahlah, aku juga tidak tau. Kami
serentak mengikutimu tanpa berpikir apa – apa. Tapi aku sudah tek pernah lagi
mendengar kabar tentang TC-FUN itu.” kata Jeni.
Setelah berbincang – bincang cukup lama,
Jeni memutuskan untuk ikut bersama Joe dan teman – temannya. Begitu juga Hasan
dan Husain juga memutuskan hal yang sama. Joe meresa sangat senang hari itu.
Meskipun tidak ada informasi yang mereka dapat. Namun, dengan bertambahnya teman
Joe, hari itu terasa menyenangkan.
Sementara itu, Skinner dan Kevin
bergerak mencari informasi mengenai For Freedom. Mereka juga mencari anggota –
anggota lain dari guild Viper. Target mereka sekarang adalah mencari ketua
guild mereka. Namun ia sangat berbahaya. Skinner ragu bahwa apakah ia bisa
mengajaknya untuk bergabung.
“Apa yang kau pikirkan Skinner?” kata
Kevin mencoba menghibur Skinner.
“Joan. Aku tak yakin dia mau dengan
kita.” Skinner bingung.
“Kau harus yakin Skinner sebagaimana kau
yakin saat ia masih memimpin kita! Bukankah dia pemimpin yang baik.” Kevin
mencoba meyakinkannya.
“Tapi, aku tidak terlalu akrab dengan
dia. Selama aku menjadi anggota, jarang sekali aku berbincang – bincang dengan
dia. Aku tau dia baik, tapi sejak dulu aku hanya menjalankan perintah saja.”
Skinner takut.
“Tenanglah sobat! Kalau begitu kita cari
anggota yang lain saja dulu.” Kevin kembali mencoba menenangkannya.
“Tidak! Aku akan menghadapi ini! Aku
tidak pernah lari dari misiku! Ia harus ikut apapun yang terjadi.” Skinner
merasa yakin.
“Nah, itu baru Skinner yang aku kenal.”
Kevin merasa gembira.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju
sektor 1, tempat dimana markas besar For Freedom berdiri. Skinner nekat akan
mencuri dokumen milik Ignasi seorang kepala seluruh organisasi bentukan For
Freedom. Ia tahu itu tidak mudah, tapi denah yang dicurinya waktu itu mungkin
akan berguna untuk ini.
**********